Kefakiran Hati
Bersama Pemateri :
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr
Kefakiran Hati adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 5 Rabiul Awal 1446 H / 9 September 2024 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Kefakiran Hati
Kefakiran adalah sesuatu yang menakutkan, yang membuat seseorang sulit tidur, dan menjadi perkara yang ditakuti oleh semua orang, terutama ketika manusia mengalami kekurangan dalam harta, rezeki, atau buah-buahan. Dalam kondisi seperti ini, manusia berbicara tentang kefakiran, membahas bagaimana menghindarinya, dan bagaimana melewati kesulitan ekonomi.
Namun, sebagaimana disebutkan oleh Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang agung ini, beliau telah meninggalkan kita di atas manhaj yang terang, siang maupun malam harinya sama. Maksudnya, agama kita yang penuh berkah ini adalah agama yang agung. Di dalamnya terdapat solusi untuk setiap permasalahan dan jalan keluar bagi semua krisis. Agama ini mengajarkan kita bagaimana melewati kesulitan-kesulitan.
Agama ini adalah agama yang agung dan penuh berkah. Barang siapa yang diberi taufik untuk melaksanakan adab-adab, petunjuk, ajaran, serta bimbingan yang ada di dalamnya, maka ia akan diberi petunjuk menuju jalan yang lurus dalam menghadapi setiap problematika yang terjadi. Kita semua harus kembali kepada agama Allah untuk menyelesaikan semua masalah.
Dan apabila manusia khawatir terhadap kefakiran, yaitu kekurangan harta yang dimiliki, ketakutan tersebut sering kali meningkat pada waktu-waktu atau kondisi tertentu. Namun, ada satu jenis kefakiran lain yang lebih pantas untuk diperhatikan dan dikhawatirkan, yaitu kefakiran hati.
Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadaku, “Apakah engkau melihat bahwa banyaknya harta adalah kekayaan?” Aku menjawab, “Iya, wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Kalau begitu engkau menganggap bahwa kurangnya harta adalah kefakiran?” Aku menjawab, “Iya, wahai Rasulullah.” -dan ini adalah pemahaman yang tersebar di tengah-tengah manusia- Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata,
إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْبِ وَالْفَقْرُ فَقْرُ الْقَلْبِ
“Sesungguhnya kekayaan itu adalah kekayaan hati, dan kefakiran itu adalah kefakiran hati.” (HR. An-Nasa’i, Ibnu Hibban, dishahihkan Al-Albani)
Barang siapa yang kaya hatinya, tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya, meskipun hartanya kurang. Dia akan tetap merasa ridha dan puas dengan apa yang Allah Ta’ala berikan kepadanya. Sebaliknya, orang yang fakir hatinya, meskipun diberikan harta yang banyak, tetap akan merasa bahwa hartanya kurang, selalu merasa tidak cukup, dan terus mencari tambahan.
Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, ia akan menginginkan dua lembah emas, dan tidak akan memuaskan mulutnya kecuali tanah. Allah menerima tobat orang yang bertobat.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Imam Ahmad ada tambahan, “Barang siapa yang memiliki dua lembah emas, ia akan mencari yang ketiga.” Demikian seterusnya tanpa ada habisnya. Inilah tabiat manusia, kecuali yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah,” maksudnya adalah manusia akan terus bersemangat mengumpulkan dunia sampai ia meninggal, dan perutnya akan dipenuhi tanah kuburan.
Di akhir hadits ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memotivasi dan menganjurkan untuk bertobat. Karena orang yang memiliki ketamakan besar terhadap harta sering kali tidak berhati-hati dari jual beli yang diharamkan. Obat dari penyakit ketamakan tersebut adalah bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Masalah ini kembali kepada hati. Hati yang diperbaiki dan diluruskan di atas ketaatan kepada Allah, dipenuhi keimanan, kesabaran, keridhaan, serta merasa puas terhadap apa yang diberikan Allah. Selain itu, hati yang baik selalu bertaubat kepada Allah dari dosa dan maksiat yang dilakukan. Dan perkara-perkara lain yang termasuk dari masalah keimanan yang hati membutuhkannya.
Barang siapa yang memperhatikan petunjuk-petunjuk dalam mengobati penyakit kefakiran yang banyak menimpa hati manusia, dia akan menemukan bahwa banyak bimbingan untuk kebahagiaan seorang hamba. Bukan hanya pada perkara dunia saja, akan tetapi untuk kebaikan agama, dunia dan akhiratnya. Ini tercermin dalam doa yang sangat agung:
اللهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan kunci urusanku, perbaikilah duniaku yang menjadi tempat kehidupanku, dan perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku, dan jadikanlah kehidupan tambahan untukku bagi segala kebaikan, dan jadikanlah kematian istirahatku dari semua keburukan.” (HR. Muslim)
Maka semakin kuat keyakinan seorang hamba kepada Allah dan bahwa segala perkara berada di tangan-Nya. Dia-lah yang Maha Pemberi rezeki. Firman Allah Ta’ala:
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di langit rezeki kalian dan apa yang dijanjikan untuk kalian.” (QS. Az-Zariyat[51]: 22)
Juga firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ…
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu?” (QS. Fatir [35]: 3).
Allah juga berfirman:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah meluaskan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Ar-Rum [30]: 37).
أَوَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.” (QS. Az-Zumar[39]: 52)
Juga firman Allah:
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ…
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)`” (QS. Saba’[34]: 39)
Juga ayat-ayat yang semakna dengan ini sangat banyak. Karena Tuhan kita, Allah ‘Azza wa Jalla, Dia-lah yang meluaskan dan menyempitkan, meninggikan dan merendahkan, memberi dan menghalangi, memuliakan dan menghinakan. Segala urusan berada di tangan-Nya, tanpa sekutu bagi-Nya.
Maka pondasi kebaikan dunia dan akhirat adalah keimanan yang jujur kepada Allah, ketakwaan, tawakal yang baik kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat tinggalnya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang jelas.” (QS. Hud[11]: 6)
Maka harus direalisasikan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menguatkannya dalam hati. Sehingga kehinaan dan kefakiran seorang hamba kembali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga ia tidak akan menoleh kepada makhluk, tidak menundukkan dan menghinakan diri kepada perkara dunia. Akan tetapi kehinaan dan ketundukannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sesungguhnya, orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah, maka akan dibukakan pintu-pintu rezeki, kemudahan dan taufik oleh-Nya, dari arah yang ia sangka atau bahkan dari arah yang tidak disangka. Allah Ta’ala berfirman:
…وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ…
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya itu cukup baginya.” (QS. At-Talaq [65]: 2-3).
Nabi kita, Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, juga bersabda: “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, sungguh kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung yang pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani).
Dalam hal ini, Islam memotivasi dan mengajarkan kita untuk selalu bersemangat dalam beramal dan menjauhi sifat malas. Allah Ta’ala berfirman:
…فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Maka berjalanlah di segala penjuru bumi dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk [67]: 15).
Allah juga berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 10).
Maka, setiap orang hendaknya semangat dan menjauhi sifat malas. Bahkan, walaupun seseorang tidak memiliki sesuatu yang bisa ia gunakan dari harta, karena sedikit dari kesungguhan dan tawakal yang baik kepada Allah akan menjadikannya banyak. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa meminta-minta itu tidak dibolehkan bagi lelaki yang kuat.
Pernah datang dua orang laki-laki dari kaum Anshar meminta sedekah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi melihat keduanya, dan ternyata keduanya adalah orang yang kuat. Maka, Nabi bersabda, “Jika kalian menginginkan, maka aku akan memberikan kepada kalian, tetapi tidak halal meminta bagi orang kaya dan orang yang kuat untuk mencari nafkah.” (HR. Abu Dawud).
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 yang penuh manfaat ini.
Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Kefakiran Hati
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54454-kefakiran-hati/